Belakangan ini terjadi perlakuan diskriminatif kepada beberapa
jenazah pengidap HIV/AIDS, padahal bagaimanapun juga jenazah HIV/AIDS adalah
manusia yang harus dimanusiawikan di akhir masa kehidupannya. Memang sangat
berasalan bahwa perlakuan tersebut lebih dikarenakan karena adanya bentuk kekhawatiran dari sebagian masyarakat yang masih mengganggap
bahwa adanya virus HIV/AIDS yang masih melekat pada jenazah. Padahal orang
yang sudah meninggal berarti sel-sel darahnya sudah mati, begitu pula dengan
sel darah yang mengandung virus HIV/AIDS akan ikut mati juga pada beberapa jam
berikutnya.
Meskipun demikian potensi penularan tetap ada, karena itu
orang-orang yang merawat jenazah penderita HIV/AIDS harus tetap waspada untuk
menghindari penularan tersebut. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam perawatan jenazah adalah kelengkapan alat
perawatan jenazah, diantaranya adalah memakai pakaian khusus yaitu wajib
mengenakan Universal Precaution (UP),
yakni standar perlengkapan kesehatan (terdiri atas penutup kepala, masker,
sarung tangan, pakaian steril, dan sepatu bot), hal yang tidak kalah pentingnya
adalah menghindari kontaminasi langsung dengan jenazah, menempatkannya di
tempat pemandian bukan dipapah sebagaimana biasanya, serta pembuangan air
limbah harus langsung pada tempat pembuangan. Di pengujung perawatan, seluruh
perlengkapan juga harus dilepas pada saat penguburan jenazah. Meski penggunaan
sarung tangan karet masih diperlukan untuk menurunkan dan membuka kain kafan,
seluruh perlengkapan harus direndam dalam larutan klorin 0,5 persen hal ini
semata dilakukan agar virus yang kemungkinan masih menempel dipastikan tidak
akan menular kepada yang lain.
Cara
perawatan jenazah pengidap penyakit menular seperti HIV/AIDS memang tidak bisa
sembarangan dilakukan. Perawatan jenazah ini membutuhkan tenaga yang benar-benar
terdidik dan terlatih. Peran sentral ada pada Dinas Kesehatan, Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA), dan mungkin beberapa Institusi Kesehatan. Sudah selayaknya
institusi-institusi tersebut memainkan peranannya untuk memberikan pendidikan
dan pelatihan tentang bagaimana perawatan jenazah yang baik dan benar kepada
orang yang terlibat langsung di dalamnya sehingga benar-benar bisa meminimalkan
sedini mungkin dari potensi penularan HIV/AIDS. Dan tidak kalah pentingnya
adalah bisa memberikan perawatan yang layak dan manusiawi kepada penderita
HIV/AIDS.
Penulis:
Sulistyo
Andarmoyo, S. Kep., Ns., M. Kes
1Wakil Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2Artikel pernah dipublikasikan di Media Mataraman Edisi
12-18 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar