Kamis, 04 April 2013

JENAZAH PENGIDAP HIV/AIDS: “Manusia yang Harus Dimanusiawikan”


Belakangan ini terjadi perlakuan diskriminatif kepada beberapa jenazah pengidap HIV/AIDS, padahal bagaimanapun juga jenazah HIV/AIDS adalah manusia yang harus dimanusiawikan di akhir masa kehidupannya. Memang sangat berasalan bahwa perlakuan tersebut lebih dikarenakan karena adanya bentuk kekhawatiran dari sebagian masyarakat yang masih mengganggap bahwa adanya virus HIV/AIDS yang masih melekat pada jenazah.  Padahal orang yang sudah meninggal berarti sel-sel darahnya sudah mati, begitu pula dengan sel darah yang mengandung virus HIV/AIDS akan ikut mati juga pada beberapa jam berikutnya.

Meskipun demikian potensi penularan tetap ada, karena itu orang-orang yang merawat jenazah penderita HIV/AIDS harus tetap waspada untuk menghindari penularan tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan jenazah adalah kelengkapan alat perawatan jenazah, diantaranya adalah memakai pakaian khusus yaitu wajib mengenakan Universal Precaution (UP), yakni standar perlengkapan kesehatan (terdiri atas penutup kepala, masker, sarung tangan, pakaian steril, dan sepatu bot), hal yang tidak kalah pentingnya adalah menghindari kontaminasi langsung dengan jenazah, menempatkannya di tempat pemandian bukan dipapah sebagaimana biasanya, serta pembuangan air limbah harus langsung pada tempat pembuangan. Di pengujung perawatan, seluruh perlengkapan juga harus dilepas pada saat penguburan jenazah. Meski penggunaan sarung tangan karet masih diperlukan untuk menurunkan dan membuka kain kafan, seluruh perlengkapan harus direndam dalam larutan klorin 0,5 persen hal ini semata dilakukan agar virus yang kemungkinan masih menempel dipastikan tidak akan menular kepada yang lain.
               
Cara perawatan jenazah pengidap penyakit menular seperti HIV/AIDS memang tidak bisa sembarangan dilakukan. Perawatan jenazah ini membutuhkan tenaga yang benar-benar terdidik dan terlatih. Peran sentral ada pada Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), dan mungkin beberapa Institusi Kesehatan. Sudah selayaknya institusi-institusi tersebut memainkan peranannya untuk memberikan pendidikan dan pelatihan tentang bagaimana perawatan jenazah yang baik dan benar kepada orang yang terlibat langsung di dalamnya sehingga benar-benar bisa meminimalkan sedini mungkin dari potensi penularan HIV/AIDS. Dan tidak kalah pentingnya adalah bisa memberikan perawatan yang layak dan manusiawi kepada penderita HIV/AIDS.



Penulis:
Sulistyo Andarmoyo, S. Kep., Ns., M. Kes
1Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2Artikel pernah dipublikasikan di Media Mataraman Edisi 12-18 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar